SMOL.ID – Sudah empat bulan lebih peperangan di Ukraina belum juga usai. Rusia yang mengklaim mengamankan Ukraina Timur, wilayah Donbas yang dikuasai milisi pemberontak memulai serangan ke Ukraina sejak Kamis 24 Februari 2022. Ketika itu, Presiden Vladimir Putin mengumumkan operasi militer secara resmi di sana.
Tentu saja peperangan yang berkelanjutan antarkedua negara tersebut memprihatinkan. Seruan damai para pemimpin negara lain tak pernah digubris. Bahkan, Presiden RI Joko Widodo pun harus mengunjungi Ukraina dan Rusia untuk sebuah misi perdamaian.
Namun repotnya, para pemimpin agama di Rusia dan Ukraina justru mendukung perang yang sedang berlangsung. Tentu ini merupakan tindakan yang tidak pantas dilakukan oleh para pemimpin agama di kedua negara itu.
Baca Juga: Pertemuan Regional 2022 'Kejarlah Damai!' Satukan Pemirsa di 239 Negara
Perhatikan bagaimana sikap para pemimpin agama di Rusia dan Ukraina terhadap perang yang sedang berlangsung.
Seperti dilansir EUobserver, 7 Maret 2022 dan Kepala Gereja Ortodoks Rusia, Patriark Kirill, tidak mengkritik serangan Rusia ke Ukraina. . . . ‘’Gerejanya terus menyebarkan kebohongan tentang Ukraina, dan Putin menggunakan kebohongan itu sebagai salah satu alasan untuk membenarkan perang ini.”
Sementara dalam pemberitaan AP News, 8 Maret 2022, ”Patriark Kirill . . . terang-terangan mendukung serangan Rusia ke Ukraina. Dia menyebut perang ini sebagai upaya untuk memberantas dosa.”
Di Jerusalem Post, 16 Maret 2022 dikatakan, ”Pada hari Senin, pemimpin Gereja Ortodoks Ukraina, Epiphanius I, yang menjabat sebagai Metropolitan Kyiv, mendoakan umatnya yang ’berperang melawan pasukan Rusia’. . . . [Dia] juga mengatakan bahwa membunuh tentara Rusia itu bukan dosa.”
Pantaskah Dukung Perang?
Sedangkan pernyataan Dewan Gereja dan Organisasi Keagamaan Ukraina (UCCRO), 24 Februari 2022 mengatakan, UCCRO mendukung Angkatan Bersenjata Ukraina dan semua pejuangnya. ‘’Kami berdoa supaya Tuhan memberkati upaya mereka untuk membela Ukraina dari serangan musuh’’.
Kita semua pasti bertanya-tanya, apakah pantas kalau agama di Rusia dan Ukraina yang mengaku sebagai pengikut Yesus mendorong para anggotanya untuk berperang?
Kita lihat fakta lain seperti dilansir situs jw.org. Sepanjang sejarah, pemimpin agama sering menyetujui atau membenarkan perang. Dan kadang, mereka bahkan mengatakan bahwa perang itu diperlukan.
Tetapi di saat yang sama, mereka mengatakan bahwa mereka berupaya mewujudkan perdamaian. Sejak dulu, umat Kristen Saksi-Saksi Yehuwa sudah memberi tahu orang-orang tentang kemunafikan para pemimpin agama itu.
Perhatikan beberapa contohnya. Artikel ”Perang Salib—’Ilusi yang Tragis’” menunjukkan, bahwa gereja tertentu ada di balik pembantaian besar-besaran yang dilakukan atas nama Tuhan dan Kristus.
Ada pula artikel yang menjelaskan bahwa agama tertentu di Afrika tidak mencegah perang antarsuku dan bahkan pembantaian etnis (genosida).
Artikel Terkait
Saksi-Saksi Yehuwa Rilis Kitab Suci dalam Empat Bahasa Daerah
Saksi Yehuwa Bagikan Cara Atasi Kecemasan Akibat Pandemi
Saksi-Saksi Yehuwa Adakan Pertemuan Virtual Sedunia dalam Lebih dari 500 Bahasa
Saksi Yehuwa Rilis Drama Alkitab di Pertemuan Virtual Sedunia 2021
Saksi Yehuwa Bagikan 36 Juta Majalah dalam 230 Bahasa
Ribuan Saksi-Saksi Yehuwa di Antara Jutaan Korban Naziisme
Ribuan Saksi Yehuwa Hadiri Pertemuan Wilayah Berbahasa Jawa
Saksi-Saksi Yehuwa Tunjukkan Kasih Persaudaraan di Ukraina
Saksi Yehuwa Adakan Ceramah Istimewa dan Peringatan Kematian Yesus
Saksi Yehuwa Rilis Alkitab Matius dan Markus dalam Bahasa Isyarat Indonesia