SMOL.ID – Pandemi yang terjadi sejak dua tahun ini tidak saja membuat semua sektor terpuruk.
Namun yang memprihatinkan adalah terjadi perbedaan tajam di masyarakat dalam menyikapi fikih pandemi ini, sehingga terkesan masyarakat islam semakin terpecah.
"Dalam satu masjid saja terkadang perpecahan perbedaan paham terlihat. Satu pihak kukuh dengan fikiuh pandemi yang mengakibatkan mereka masih melihat perlunya jaga jarak, shalat dengan shaf renggang, pakai masker,’’ kata Ketua ICMI Karanganyar DR Kadi Sukarno, Kamis (23/12).
Baca Juga: Malam Tahun Baru di Rumah Saja, Alun-alun Karanganyar dan Fasilitas Umum Ditutup
Di sisi lain ada anggapan bahwa pandemi sudah melandai sehingga shalat boleh tidak renggang, tidak perlu bermasker sehingga semua sudah kembali seperti dulu lagi seperti sebelum pandemi.
Dan dua pihak ini tidak bisa dipersatukan sehingga masing-masing kukuh dengan pemahamannya sehingga satu masjid terlihat shaf yang seenaknya. Ada yang renggang ada yang renggang dan tidak renggang.
Hal ini yang membuat ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim) Karanganyar prihatin. Sehingga merasa terpanggil untuk menghadirkan pembicara dari Muhammadiyah, DR Syamsuri, dari NU diwakili Wakil Sekjen Hari Surahman, serta anggota Komisi Fatwa MUI Jateng DR Ismail Yahya, serta key note speaker Bupati Juliyatmono.
Kadi menceritakan pengalamannya sendiri jamaah di sebuah masjid, dirinya ditarik ke kanan ke kiri agar merapat shafnya. Melihat hal itu, rasanya dia malah ingin ganti menarik agar dua orang di kanan dan kirinya berjajar agar tidak saling tarik.
‘’Begitulah yang terjadi selama ini. Yang terjadi bukan perpecahan, namun khilafiyah dari orang-orang yang memiliki pandangan sendiri, dan merasa pendapatnya palking benar sehingga menganggap orang lain harus diluruskan,’’ kata DR Ismail.
Dia sepakat harus ada pihak yang menerangkan secara detail fikih pandemi dengan perkembangan situasi yang ada. Dan itu dimulai dari takmir masjid, sehingga satu masjid itu semua sama. Setelah itu ditarik ke atas yang lebih luas lingkupnya sehingga umat bersatu.
DR Syamsuri mengatakan, dari dahulu PP Muhammadiyah belum menarik himbauan fikih pandemi. Sehingga masjid milik Muhammadiyah masih menjalankan prokes saat shalat. Shaf renggang dan bermasker. Sebab hal itu hanya sampai tataran makruh tidak sampai tingkatan haram yang membatalkan ibadah.
Hanya di wilayah atau masjid yang sudah dinyatakan hijau, bersih dari pandemi maka diperbolehkan menjalankan shalat seperti biasa. Itupun diserahkan kebijakan takmirnya untuk mengatur shafnya sehingga tidak ada satu masjid terkesan cerai berai.
Hari Surasman dari NU mengatakan, selama ini umat memang terkungkung pada pembenaran pendapat sendiri dan tidak mau mendengar pendapat orang lain. Egosentris ini yang mengakibatkan kesan umat berjalan sendiri dalam menyikapi fikih pandemi ini.
Dia setuju jika Kemenag yang menjadi penengah. Diikuti oleh ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah sehinggakebijakan itu diteruskan ke bawah ke anggotanya. Satu hal yang harus ditekankan, semua pendapat itu ada dasarnya, dan harusnya pendapat itu dikemukakan sehingga masyarakat mengerti.
Artikel Terkait
Didatangi Ibu-ibu Alisa-Khadijah ICMI, Kukrit Mengaku Panas Dingin
Ina Marlina S.Sos, MM, Ketum PP Alisa Khadijah ICMI : Lincah, Ramah, Energik, dan Selalu tebar Energi Positif
Zhakiah Joban Dilantik sebagai Ketua Wilayah Alisa Khadijah ICMI Jateng Periode 2020-2025
Rakerwil I Alisa Khadijah - ICMI Jateng ; Zhakiah : Kita Rebut Pasar Dalam Negeri
Alisa Khadijah - ICMI Jateng Peduli; Serahkan Masker dll ke RS Dr Kariadi
Alisa ICMI Jateng Buka Pasar Tiban Bantu Jual Sayuran Petani Wonosobo
Persiapan Selesai, ICMI Karanganyar Desak Penyelenggaraan Sekolah Tatap Muka
ICMI Karanganyar Akan Tampilkan RA Kartini dari Sisi Keislaman
ICMI Harus Berperan Hilangkan Islamophobia