SMOL.ID - Bareskrim Polri tengah mendalami dugaan adanya korupsi jual beli bahan bakar minyak (BBM) non tunai antara PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) dengan PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) tahun 2009 - 2012.
Setelah gelar perkara, kasus dugaan korupsi jual beli BBM non tunai antara PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) dengan PT AKT ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan.
"Setelah melakukan gelar perkara dan pemeriksaan saksi-saksi maka, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan," jelas Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo, Selasa 23 Agustus 2022.
Saksi yang diperiksa, beberapa diantaranya merupakan saksi ahli. Adapun kasus itu sendiri, menurut Dedi terjadi 2009 sampai dengan 2012.
Di kurun waktu tersebut PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) melakukan Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak (BBM) secara non tunai dengan PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) yang ditandatangani oleh Diretur Pemasaran PT PPN dengan Direktur PT AKT.
Baca Juga: Rencana Harga BBM Subsidi Naik, Wapres: Sedang Dipikiran, Digodok dan Dibahas
Adapun proses pelaksanaan kontrak sebagai berikut, yakni tahun 2009 sampai dengan 2010 dengan volume 1.500 KL perbulan. Kemudian tahun 2010 sampai dengan 2011 PT PPN menambah volume pengiriman menjadi 6.000 KL perbulan (Addendum I). Selanjutnya tahun 2011 sampai 2012 PT PPN menaikkan volume menjadi 7.500 KL perpemesanan (Addendum II).
Nilai kontrak jual beli BBM itu di atas Rp 50 miliar. Sehingga Direktur PT PPN dinilai melanggar batas kewenangan atau otorisasi untuk pengeluaran BBM.
"Bahwa pada proses pelaksanaan perjanjian PT Pertamina Patra Niaga dalam tahap pengeluaran BBM, Direktur Pemasaran PT PPN melanggar batas kewenangan / otorisasi untuk penandatangan kontrak jual beli BBM yang nilainya di atas 50 M berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama PT Patra Niaga Nomor: 056/PN000.201/KPTS/2008 Tanggal 11 Agustus 2008 Tentang Pelimpahan Wewenang, Tanggung Jawab, Dan Otorisasi," ungkap Dedi.
Dalm kontrak jual beli terebut, PT AKT tidak melakukan pembayaran sejak tanggal 14 Januari 2011 - 31 Juli 2012 dengan jumlah sebesar Rp 19,751,760,915,- dan USD 4,738,465.64 atau senilai Rp. 451,663,843,083,20 (Rp451 miliar).
Meski tidak membayar, Direksi PT PPN tidak melakukan pemutusan kontrak terhadap penjualan BBM non tunai kepada PT AKT dan tidak ada upaya melakukan penagihan.
Baca Juga: Beda Penjelasan Luhut, Airlangga Sebut Harga BBM Belum akan Naik 2022
"Tidak adanya jaminan colateral berupa bank garansi atau SKBDN dalam proses penjualan BBM Non tunai sehingga PT PPN mengalami kerugian pada saat PT AKT tidak melakukan pembayaran terhadap BBM yang telah diterimanya sejak tahun 2009 sampai dengan 2012," ujarnya.
BBM yang belum dibayar oleh PT AKT kepada PT PPN berdasarkan data rekonsiliasi verifikasi tagihan kreditur pada proses PKPU N0. 07/PDT.SUS-PKPU/2016/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 4 April 2016, sebesar Rp. 451.663.843.083,20.
Berdasarkan data yang disiapkan akuntansi hutang piutang PT PPN diketahui volume BBM jenis solar yang sudah terkirim ke PT. AKT keseluruhannya adalah 154.274.946 liter atau senilai Rp. 278.590.775.399 dan USD 102.600.314.
Artikel Terkait
Kementrian ESDM Dorong Program Konversi BBM ke BBG
Jokowi Umumkan Kenaikan BBM Subsidi Minggu Depan
Jokowi Soroti Mobil Mewah Masih 'Minum' 80 Persen BBM Jatahnya Orang Miskin
Jokowi Sering Mengeluh Beratnya Beban Keuangan Negara Gara-gara Subsidi BBM
Bahlil Sebut Subsidi BBM Terlalu Tinggi Tidak Sehat Bagi Keuangan Negara
Ramai Harga BBM Subsidi Bakal Naik, Luhut Pastikan Masih Dihitung dan Dikaji
Belum ada Usulan ke DPR, Puan Sebut Kebijakan Kenaikan BBM Subsidi di Tangah Pemerintah